Tiongkok bersiap bangun stasiun tenaga surya di luar angkasa
https://beritagar.id/artikel/sains-tekno/tiongkok-bersiap-bangun-stasiun-tenaga-surya-di-luar-angkasa
Tiongkok tak main-main dalam upaya mengeksplorasi antariksa. Setelah mendaratkan Chang’e 4 di sisi gelap Bulan dan berencana mengorbitkan tiga bulan buatan, kini, seperti dilansir media pemerintah Science and Technology Daily (h/t Nature), mereka ingin membangun stasiun tenaga surya di luar angkasa.
Stasiun yang bakal menjadi yang pertama di dunia tersebut direncanakan mengorbit pada ketinggian 36.000 km dari permukaan Bumi.
Dasar pemikiran rencana tersebut, dipaparkan Pang Zhihao, kepala ahli komunikasi sains dari China Academy of Space Technology Corporation, untuk mendapatkan sumber energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Pang menjelaskan, energi surya yang dipanen di luar angkasa bakal 99 persen lebih murni ketimbang yang didapat di Bumi, karena tidak terganggu peristiwa di atmosfer, seperti cuaca, musim, ataupun datangnya malam.
Mereka berencana meluncurkan wahana tersebut ke atmosfer pada periode antara 2021 dan 2025. Pada tahun 2030, mereka berencana meningkatkan kapasitas pembangkit listrik itu ke level megawatt dan ke level gigawatt pada 2050.
Bagaimana cara mengirimkan energi yang telah terkumpul itu ke Bumi? Pada prinsipnya, tutur Pang, alat pengumpul tenaga surya di antariksa akan mengubah tenaga tersebut menjadi listrik. Tenaga listrik itu kemudian diubah oleh alat lain menjadi gelombang mikro (microwave) atau laser.
Gelombang mikro atau laser itu kemudian ditransmisikan ke sistem penerima yang ada di Bumi, diubah menjadi tenaga listrik, kemudian disalurkan kepada yang membutuhkannya.
Secara prinsip teknik, menurut Pang, hal tersebut bukan sesuatu yang sulit. Apalagi teknologi pembangkit tenaga surya, pengubahan ke gelombang mikro, dan teknologi antariksa lain yang berhubungan, telah semakin maju. Tinggal mengembangkannya.
Ide pembuatan stasiun tenaga surya di luar angkasa, mengutip Nature, sebenarnya telah mulai diteliti oleh para ahli di Amerika Serikat dan Jepang sejak satu dekade lalu.
Namun mereka terbentur masalah biaya dan cara untuk menerbangkan stasiun dalam skala industri ke antariksa. Terutama karena berat totalnya bisa mencapai 1.000 ton. Sebagai perbandingan, berat Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) hanya sekitar 400 ton.
Untuk mengatasi masalah tersebut, para peneliti Tiongkok tengah mempelajari kemungkinan membangun stasiun tersebut di antariksa menggunakan teknologi robot dan pencetakan 3D.
Selain itu, menurut Pang, mereka juga tengah mempelajari dampak radiasi microwaveterhadap ekologi di Bumi, atmosfer, dan organisme di dalamnya. Hal tersebut terkait dengan keamanan operasional stasiun tersebut dalam jangka panjang.
Menurut Engadget, rencana Tiongkok itu amat mungkin jadi kenyataan. Jepang, misalnya, pada 2015 sudah menemukan solusi untuk secara efektif mengirim tenaga kembali ke Bumi menggunakan transmisi nirkabel.
Selain itu, pada awal 2018, ilmuwan California Institute of Technology (Caltech), AS, mengumumkan bahwa mereka telah menciptakan sebuah purwarupa yang bisa mengumpulkan dan mentransmisikan energi matahari dari antariksa menggunakan ubin ringan.
Kembali ke Bulan
Selain itu, menurut Daily Mail (18/2), para pejabat dari Badan Antariksa Tiongkok juga mengatakan bahwa mereka akan kembali mengirim misi ke Bulan pada akhir tahun ini menggunakan Chang’e-5.
Setelah Chang’e-5 pulang membawa bebatuan dari permukaan Bulan, tiga misi berturut-turut telah disiapkan.
Chang’e-6 akan menjadi misi pertama untuk menjelajahi kutub selatan satelit Bumi itu. Sementara Chang’e-7 menyusul kemudian untuk akan mempelajari permukaan tanah, komposisi, dan lingkungan luar angkasa dalam misi komprehensif. Terakhir, Chang’e-8 akan fokus pada analisis permukaan teknis.
Badan Luar Angkasa Nasional Tiongkok (CNSA) mengatakan mereka juga berencana untuk pergi ke Mars pada tahun 2020. Kalau terwujud, mereka akan mendahului AS, Rusia, dan sejumlah besar perusahaan swasta yang ingin mendaratkan roket mereka di Planet Merah itu.